Minggu, 18 Mei 2014

Prinsip fisika pada yoyo

peinsip fisika pada yoyo
semakin terbukti kalau fidika itu memang ilmu kehidupan ;)
http://www.youtube.com/watch?v=EGDTeXu5YYo

Senin, 17 Februari 2014

Sejarah UPI

Sejarah

Universitas Pendidikan Indonesia didirikan pada tanggal 20 Oktober 1954 di Bandung, diresmikan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran Mr. Muhammad Yamin. Semula bernama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG), didirikan dengan latar belakang sejarah pertumbuhan bangsa, yang menyadari bahwa upaya mendidik dan mencerdaskan bangsa merupakan bagian penting dalam mengisi kemerdekaan. Beberapa alasan didirikannya PTPG antara lain: Pertama, setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, bangsa Indonesia sangat haus pendidikan. Kedua, perlunya disiapkan guru yang bermutu dan bertaraf universitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang akan merintis terwujudnya masyarakat yang sejahtera.
Gedung utama UPI bermula dari puing sebuah villa yang bernama Villa Isola, merupakan gedung bekas peninggalan masa sebelum Perang Dunia II. (Pada masa perjuangan melawan penjajah, gedung ini pernah dijadikan markas para pejuang kemerdekaan). Puing puing itu dibangun kembali dan kemudian menjelma menjadi sebuah gedung bernama Bumi Siliwangi yang megah dengan gaya arsitekturnya yang asli.
Di sinilah untuk pertama kalinya para pemuda mendapat gemblengan pendidikan guru pada tingkat universitas, sebagai realisasi Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia (Nomor 35742 tanggal 1 September 1954 tentang pendirian PTPG/Perguruan Tinggi Pendidikan Guru).
Pada mulanya PTPG dipimpin oleh seorang Dekan yang membawahi beberapa jurusan dan atau balai, yakni:
  • Ilmu Pendidikan
  • Ilmu Pendidikan Jasmani;
  • Bahasa dan Kesusastraan Indonesia;
  • Bahasa dan Kesusastraan Inggris;
  • Sejarah Budaya;
  • Pasti Alam;
  • Ekonomi dan Hukum Negara; dan
  • Balai Penelitian Pendidikan.
Sejalan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu, yang menyatakan bahwa PTPG dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi atau perguruan tinggi dalam universitas, maka seiring dengan berdirinya Universitas Padjadjaran (UNPAD), pada tanggal 25 November 1958 PTPG diintegrasikan menjadi fakultas utama Universitas Padjadjaran dengan nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan tenaga kependidikan, berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan guru B I dan B II, diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP berkembang menjadi FKIP A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula Institut Pendidikan Guru (IPG), yang mengakibatkan adanya dualisme dalam lembaga pendidikan guru. Untuk menghilangkan dualisme tersebut, pada tanggal 1 Mei 1963 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai satu satunya lembaga pendidikan guru tingkat universitas. FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di Bandung akhirnya menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (IKIP Bandung).
IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni, Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan Ilmu Teknik. Kebutuhan akan tenaga guru kian mendesak, demikian pula tumbuhnya hasrat untuk meningkatkan dan memeratakan kemampuan para guru. Hal ini mendorong IKIP Bandung membuka ekstension, antara tahun 1967 1970 IKIP Bandung membuka ekstension di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat.
Peranan IKIP Bandung di tingkat nasional semakin menonjol, setelah pemerintah menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina yang diserahi tugas membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP Bandung Cabang Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin. Sesuai dengan kebijaksanaan Departemen P dan K, pada awal tahun 1970 an, secara bertahap ekstension tersebut ditutup dan cabang cabang IKIP di daerah menjadi fakultas di lingkungan universitas di daerah masing masing.
Untuk meningkatkan mutu tenaga pengajar, pada tahun 1970 IKIP Bandung membuka program Pos Doktoral melalui pembentukan Lembaga Pendidikan Pos Doktoral (LPPD) PPS yang mengelola Program S2 dan S3. Pada tahun 1976 LPPD diubah namanya menjadi Sekolah Pasca Sarjana, pada tahun 1981 berubah menjadi Fakultas Pasca Sarjana dan tahun 1991 menjadi Program Pascasarjana (PPS).
Penataan program pendidikan tinggi yang dilakukan oleh pemerintah dengan menerapkan multiprogram dan multistrata, ditindaklanjuti IKIP Bandung dengan membuka Program Diploma Kependidikan. Untuk meningkatkan kualifikasi guru SD menjadi lulusan D II, tahun ajaran 1990/ 1991, diselenggarakan Program D II Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selain diselenggarakan di Kampus Bumi Siliwangi program ini juga diselenggarakan di Unit Pelaksana Program (UPP) pada beberapa sekolah eks SPG yang diintregarasikan ke IKIP. Guna meningkatkan kualifikasi Guru Taman Kanak-kanak atau play group pada tahun 1996/1997 IKIP Bandung membuka Program D II PGTK.
Seiring dengan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tinggi yang memberikan perluasan mandat bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang harus mampu mengikuti tuntutan perubahan serta mengantisipasi segala kemungkinan dimasa datang , IKIP Bandung diubah menjadi Universitas Pendidikan Indonesia melalui Keputusan Presiden RI No. 124 tahun 1999 tertanggal 7 Oktober 1999.
Untuk memperluas jangkauan dalam mendukung pembangunan nasional, UPI harus mampu berdiri sendiri dan berkiprah. Kebulatan tekad ini menumbuhkan keyakinan akan kemampuan yang telah dimilikinya. Tekad ini memberi keyakinan kepada pemerintah bahwa UPI telah dapat bediri sendiri dan dapat diberikan tanggung jawab yang lebih besar. Dengan kepercayaan ini, melalui Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2004. UPI diberi otonomi dan menjadi Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN)
Pengembangan dan peningkatan UPI tidak saja berorientasi pada bidang akademik, tetapi juga dalam berbagai bidang, termasuk pemantapan konsep dan rencana pembangunannya. Melalui bantuan Islamic Development Bank (IDB) tengah merancang dan menata pembangunan gedung kampus yang megah, modern dan representatif sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar. Bermodalkan kemampuan yang dimiliki Universitas Pendidikan Indonesia bertekad menjadikan lembaga pendidikan ini terdepan dan menjadi Universitas Pelopor dan Unggul (a Leading and Outstanding University).

Sumber : www.upi.edu/profil/informasi/sejarah

Rasi Bintang

Rasi bintang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Rasi bintang Orion
Orion adalah salah satu rasi bintang yang cukup terkenal. Batas wilayah Rasi bintang Orion digambarkan dalam garis kuning putus-putus.
Suatu rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga dimensi, kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bola langit malam. Manusia memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang sejarah telah mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang. Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal luas oleh masyarakat tapi tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi Internasional, juga disebut asterisma. Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang mempunyai hubungan astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di langit yang tampak dari Bumi dan biasanya terpisah sangat jauh.
Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang sebenarnya cukup acak, dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, sekalipun beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion atau Scorpius.
Himpunan Astronomi Internasional telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan melalui Abad Pertengahan, dan mengandung simbol-simbol Zodiak.
Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada bersama-sama dengan rasi bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai Big Dipper) dan Little Dipper

Rasi modern

Rasi singkatan nama genitif asal usul nama arti
Andromeda
IPA: [ænˈdɹɑ.mə.də]
And Andromedae
IPA: [ænˈdɹɑ.mə.di]
Yunani kuno (Ptolemaeus) putri Andromeda
Antlia
IPA: [ˈænt.li.ə]
Ant Antliae
IPA: [ˈænt.li.i]
1763, Lacaille pompa air
Apus
IPA: [ˈei.pəs]
Aps Apodis
IPA: [ˈæ.pə.dɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
cendrawasih
Aquarius
IPA: [əˈkwe.ɹi.əs]
Aqr Aquarii
IPA: [əˈkwe.ɹi.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) pembawa air
Aquila
IPA: [ˈæ.kwə.lə]
Aql Aquilae
IPA: [ˈæ.kwə.li]
Yunani kuno (Ptolemaeus) elang
Ara
IPA: [ˈe.ɹə]
Ara Arae
IPA: [ˈe.ɹi]
Yunani kuno (Ptolemaeus) altar
Aries
IPA: [ˈe.ɹiz]
Ari Arietis
IPA: [əˈɹai.ə.tɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) domba jantan
Auriga
IPA: [ɔˈɹai.gə]
Aur Aurigae
IPA: [ɔˈɹai.dʒi]
Yunani kuno (Ptolemaeus) sais kereta perang
Boötes
IPA: [bouˈou.tiz]
Boo Boötis
IPA: [bouˈou.tɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) penggembala
Caelum
IPA: [ˈsi.ləm]
Cae Caeli
IPA: [ˈsi.lai]
1763, Lacaille pahat
Camelopardalis
IPA: [ kʰəˌmɛ.ləˈpʰaɹ.də.lɪs]
Cam Camelopardalis
IPA: [ kʰəˌmɛ.ləˈpʰaɹ.də.lɪs]
1624, Bartsch [2] jerapah
Cancer
IPA: [ˈkʰæn.sɚ]
Cnc Cancri
IPA: [ˈkʰæŋ.kɹai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ketam
Canes Venatici
IPA: [ˈkʰei.niz vɪˈnæ.tə.sai]
CVn Canum Venaticorum
IPA: [ˈkʰei.nəm vɪˌnæ.təˈkʰo.ɹəm]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
anjing-anjing
pemburu
Canis Major
IPA: [ˈkʰei.nɪs ˈmei.dʒɚ]
CMa Canis Majoris
IPA: [ˈkʰei.nɪs məˈdʒo.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) anjing besar
Canis Minor
IPA: [ˈkʰei.nɪs ˈmai.nɚ]
CMi Canis Minoris
IPA: [ˈkʰei.nɪs mɪˈno.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) anjing kecil
Capricornus
IPA: [ˌkʰæ.pɹəˈkʰɔɹ.nəs]
Cap Capricorni
IPA: [ˌkʰæ.pɹəˈkʰɔɹ.nai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kambing laut
Carina
IPA: [kʰəˈɹai.nə]
Car Carinae
IPA: [kʰəˈɹai.ni]
1763, Lacaille,
dipisahkan dari Argo Navis
lunas kapal Argo
Cassiopeia
IPA: [ˌkʰæ.si.əˈpʰi.ə]
Cas Cassiopeiae
IPA: [ˌkʰæ.si.əˈpʰi.i]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ratu Ethiopia
Centaurus
IPA: [sɛnˈtʰɔ.ɹəs]
Cen Centauri
IPA: [sɛnˈtʰɔ.ɹai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) Centaur
Cepheus
IPA: [ˈsi.fi.əs]
Cep Cephei
IPA: [ˈsi.fi.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) raja Ethiopia
Cetus
IPA: [ˈsi.təs]
Cet Ceti
IPA: [ˈsi.taɪ]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ikan paus
Chamaeleon
IPA: [kʰəˈmi.li.ən]
Cha Chamaeleontis
IPA: [kʰəˌmi.liˈɑn.tɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
bunglon
Circinus
IPA: [ˈsɝ.sə.nəs]
Cir Circini
IPA: [ˈsɝ.sə.nai]
1763, Lacaille kompas
Columba
IPA: [kʰɵˈlʌm.bə]
Col Columbae
IPA: [kʰɵˈlʌm.bi]
1679, Royer,
dipisahkan dari Canis Major
merpati
Coma Berenices
IPA: [ˈkʰou.mə ˌbɛ.ɹəˈnai.siz]
Com Comae Berenices
IPA: [ˈkʰou.mi ˌbɛ.ɹəˈnai.siz]
1603, Uranometria,
dipisahkan dari Leo
rambut Berenice
Corona Australis [3]
IPA: [kʰɵˈɹou.nə ɔˈstɹei.lɪs]
CrA Coronae Australis
IPA: [kʰɵˈɹou.ni ɔˈstɹei.lɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) mahkota selatan
Corona Borealis
IPA: [kʰɵˈɹou.nə ˌbo.ɹiˈei.lɪs]
CrB Coronae Borealis
IPA: [kʰɵˈɹou.ni ˌbo.ɹiˈei.lɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) mahkota utara
Corvus
IPA: [ˈkʰɔɹ.vəs]
Crv Corvi
IPA: [ˈkʰɔɹ.vai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) burung gagak
Crater
IPA: [ˈkʰɹei.tɚ]
Crt Crateris
IPA: [kʰɹəˈtʰi.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) cangkir
Crux
IPA: [ˈkʰɹʌks]
Cru Crucis
IPA: [ˈkʰɹu.sɪs]
1603, Uranometria,
dipisahkan dari Centaurus
salib selatan
Cygnus
IPA: [ˈsɪg.nəs]
Cyg Cygni
IPA: [ˈsɪg.nai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) angsa
Delphinus
IPA: [dɛlˈfai.nəs]
Del Delphini
IPA: [dɛlˈfai.nai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) lumba-lumba
Dorado
IPA: [dɵˈɹei.dou]
Dor Doradus
IPA: [dɵˈɹei.dəs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
ikan todak
Draco
IPA: [ˈdɹei.kou]
Dra Draconis
IPA: [dɹəˈkʰou.nɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) naga
Equuleus
IPA: [ɪˈkʰwu.li.əs]
Equ Equulei
IPA: [ɪˈkʰwu.li.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kuda kecil
Eridanus
IPA: [ɪˈɹɪ.də.nəs]
Eri Eridani
IPA: [ɪˈɹɪ.də.nai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) sungai
Fornax
IPA: [ˈfɔɹ.næks]
For Fornacis
IPA: [fɔɹˈnei.sɪs]
1763, Lacaille tungku
Gemini
IPA: [ˈdʒɛ.mə.nai]
Gem Geminorum
IPA: [ˌdʒɛ.məˈno.rəm]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kembar
Grus
IPA: [ˈgɹʌs]
Gru Gruis
IPA: [ˈgɹu.ɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
burung bangau
Hercules
IPA: [ˈhɝ.kjə.liz]
Her Herculis
IPA: [ˈhɝ.kjə.lɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) Hercules,
anak Zeus
Horologium
IPA: [ˌhɑ.ɹəˈlou.dʒi.əm]
Hor Horologii
IPA: [ˌhɑ.ɹəˈlou.dʒi.ai]
1763, Lacaille jam
Hydra
IPA: [ˈhai.dɹə]
Hya Hydrae
IPA: [ˈhai.dɹi]
Yunani kuno (Ptolemaeus) naga laut
Hydrus
IPA: [ˈhai.dɹəs]
Hyi Hydri
IPA: [ˈhai.dɹai]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
ular air
Indus
IPA: [ˈɪn.dəs]
Ind Indi
IPA: [ˈɪn.dai]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
Indian
Lacerta
IPA: [ləˈsɝ.tə]
Lac Lacertae
IPA: [ləˈsɝ.ti]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
kadal
Leo
IPA: [ˈli.ou]
Leo Leonis
IPA: [liˈou.nɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) singa
Leo Minor
IPA: [ˈli.ou ˈmai.nɚ]
LMi Leonis Minoris
IPA: [liˈou.nɪs mɪˈno.ɹɪs]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
singa kecil
Lepus
IPA: [ˈli.pəs]
Lep Leporis
IPA: [ˈlɛ.pə.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kelinci
Libra
IPA: [ˈlai.bɹə]
Lib Librae
IPA: [ˈlai.bɹi]
Yunani kuno (Ptolemaeus) timbangan
Lupus
IPA: [ˈlu.pəs]
Lup Lupi
IPA: [ˈlu.pai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) serigala
Lynx
IPA: [ˈlɪŋks]
Lyn Lyncis
IPA: [ˈlɪn.sɪs]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
lynx
Lyra
IPA: [ˈlai.ɹə]
Lyr Lyrae
IPA: [ˈlai.ɹi]
Yunani kuno (Ptolemaeus) sejenis kecapi
Mensa
IPA: [ˈmɛn.sə]
Men Mensae
IPA: [ˈmɛn.si]
1763, Lacaille meja
Microscopium
IPA: [ˌmai.kɹəˈskou.pi.əm]
Mic Microscopii
IPA: [ˌmai.kɹəˈskou.pi.ai]
1763, Lacaille mikroskop
Monoceros
IPA: [mɵˈnɑ.sə.ɹɑs]
Mon Monocerotis
IPA: [mɵˌnɑ.səˈɹou.tɪs]
1624, Bartsch kuda bertanduk
Musca
IPA: [ˈmʌ.skə]
Mus Muscae
IPA: [ˈmʌ.si]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
lalat
Norma
IPA: [nɔɹˈmə]
Nor Normae
IPA: [nɔɹˈmi]
1763, Lacaille timbangan datar
Octans
IPA: [ˈɑk.tænz]
Oct Octantis
IPA: [ɑkˈtʰæn.tɪs]
1763, Lacaille oktan
Ophiuchus
IPA: [ˌou.fiˈju.kəs]
Oph Ophiuchi
IPA: [ˌou.fiˈju.kaɪ]
Yunani kuno (Ptolemaeus) tangan naga
Orion
IPA: [ɵˈɹai.ən]
Ori Orionis
IPA: [ˌo.ɹiˈou.nɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) pemburu
Pavo
IPA: [ˈpʰei.vou]
Pav Pavonis
IPA: [pʰəˈvou.nɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
merak
Pegasus
IPA: [ˈpʰɛ.gə.səs]
Peg Pegasi
IPA: [ˈpʰɛ.gə.sai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kuda bersayap
Perseus
IPA: [ˈpʰɝ.sjus]
Per Persei
IPA: [ˈpʰɝ.si.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) Perseus
Phoenix
IPA: [ˈfi.nɪks]
Phe Phoenicis
IPA: [fɪˈnai.sɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
Phoenix
Pictor
IPA: [ˈpʰɪk.tɚ]
Pic Pictoris
IPA: [pʰɪkˈtʰo.ɹɪs]
1763, Lacaille kuda-kuda
Pisces
IPA: [ˈpʰai.siz]
Psc Piscium
IPA: [ˈpʰɪ.ʃi.əm]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ikan
Piscis Austrinus
IPA: [ˈpʰai.sɪs ɔˈstɹai.nəs]
PsA Piscis Austrini
IPA: [ˈpʰai.sɪs ɔˈstɹai.nai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ikan selatan
Puppis
IPA: [ˈpʰʌ.pɪs]
Pup Puppis
IPA: [ˈpʰʌ.pɪs]
1763, Lacaille,
dipisahkan dari Argo Navis
buritan kapal Argo
Pyxis
IPA: [ˈpʰɪk.sɪs]
Pyx Pyxidis
IPA: [ˈpʰɪk.sədɪs]
1763, Lacaille kompas kapal Argo
Reticulum
IPA: [ɹɪˈtʰɪ.kjə.ləm]
Ret Reticuli
IPA: [ɹɪˈtʰɪk.jə.lai]
1763, Lacaille jaring
Sagitta
IPA: [səˈdʒɪ.tə]
Sge Sagittae
IPA: [səˈdʒɪ.ti]
Yunani kuno (Ptolemaeus) anak panah
Sagittarius
IPA: [ˌsæ.dʒəˈtʰe.ɹi.əs]
Sgr Sagittarii
IPA: [ˌsæ.dʒəˈtʰe.ɹi.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) pemanah
Scorpius
IPA: [ˈskɔɹ.pi.əs]
Sco Scorpii
IPA: [ˈskɔɹ.pi.ai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) kalajengking
Sculptor
IPA: [ˈskʌlp.tɚ]
Scl Sculptoris
IPA: [skʌlpˈtʰo.ɹɪs]
1763, Lacaille alat pemahat
Scutum
IPA: [ˈskju.təm]
Sct Scuti
IPA: [ˈskju.tai]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
perisai
Serpens [4]
IPA: [ˈsɝ.pɛnz]
Ser Serpentis
IPA: [sɝˈpʰɛn.tɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) ular
Sextans
IPA: [ˈsɛk.stænz]
Sex Sextantis
IPA: [sɛkˈstæn.tɪs]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
sekstan
Taurus
IPA: [ˈtʰɔ.ɹəs]
Tau Tauri
IPA: [ˈtʰɔ.ɹai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) lembu jantan
Telescopium
IPA: [ˌtʰɛ.ləˈskou.pi.əm]
Tel Telescopii
IPA: [ˌtʰɛ.ləˈskou.pi.ai]
1763, Lacaille teleskop
Triangulum
IPA: [tʰɹaiˈæŋ.gjə.ləm]
Tri Trianguli
IPA: [tʰɹaiˈæŋ.gjə.lai]
Yunani kuno (Ptolemaeus) segitiga
Triangulum Australe
IPA: [tʰɹaiˈæŋ.gjə.ləm ɔˈstrɹei.li]
TrA Trianguli Australis
IPA: [tʰɹaiˈæŋ.gjə.lai ɔˈstɹei.lɪs]
1603 Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
segitiga selatan
Tucana
IPA: [tʰjʊˈkʰei.nə]
Tuc Tucanae
IPA: [tʰjʊˈkʰei.ni]
1603 Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
burung tukan
Ursa Major
IPA: [ˈɝ.sə ˈmei.dʒɚ]
UMa Ursae Majoris
IPA: [ˈɝ.si məˈdʒo.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) beruang besar
Ursa Minor
IPA: [ˈɝ.sə ˈmai.nɚ]
UMi Ursae Minoris
IPA: [ˈɝ.si mɪˈno.ɹɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) beruang kecil
Vela
IPA: [ˈvi.lə]
Vel Velorum
IPA: [vɪˈlo.ɹəm]
1763, Lacaille,
dipisahkan dari Argo Navis
layar kapal Argo
Virgo
IPA: [ˈvɝ.gou]
Vir Virginis
IPA: [ˈvɝ.dʒə.nɪs]
Yunani kuno (Ptolemaeus) sang perawan
Volans
IPA: [ˈvou.lænz]
Vol Volantis
IPA: [vɵˈlæn.tɪs]
1603, Uranometria,
ciptaan Keyser dan de Houtman
ikan terbang
Vulpecula
IPA: [vʌlˈpʰɛ.kjə.lə]
Vul Vulpeculae
IPA: [vʌlˈpʰɛ.kjə.li]
1690, Firmamentum Sobiescianum,
Hevelius
rubah


Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_rasi_bintang

UU ITE No.11 Tahun 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :   a.  bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b.  bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c.  bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d.  bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e.  bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f.   bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
Mengingat :. . .
 
g.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f,   perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
Mengingat   :    Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:    UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.       Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.       Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.      
   5. Sistem . . .
 
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
5.       Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.       Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7.       Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
8.       Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9.       Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.    Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.    Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik  yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.    Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.    Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.    Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16.   
17. Kontrak . . .
 
Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
17.    Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.    Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19.    Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20.    Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.    Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22.    Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23.    Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.



          Pasal 4 . . .
 
 
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.  mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.  mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.  meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; 
d.  membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e.  memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.


BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2)    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3)    Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4)    Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.  surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
       Pasal 6 . . .
 
b.  surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dija­min keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memper­kuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 8
(1)    Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2)    Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3)    Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk meneri­ma Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4)    Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
  b. waktu . . .
 
a.  waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b.  waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10
(1)    Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2)    Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1)    Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.     data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b.     data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c.     segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d.     segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e.     terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
 (2) Ketentuan . . .
 
f.      terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.       
(2)    Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1)    Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2)    Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a.     sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b.     Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c.     Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1.   Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2.   keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
d.     dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi  yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3)    Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


         BAB IV . . .
 
 
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1)    Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2)    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
(3)    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a.     Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b.     Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4)    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5)    Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6)  Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a.     metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b.     hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c.     hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.
                                
 Bagian Kedua . . .
 
        
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1)    Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus  menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2)    Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16
(1)    Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a.     dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
b.     dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
c.     dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
d.     dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e.     memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
        BAB V . . .
 
(2)    Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggara­an Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1)    Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2)    Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
(1)    Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2)    Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3)    Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4)    Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5)    Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19
      Pasal 20 . . .
 
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1)    Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2)    Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
(1)    Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2)    Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.     jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b.     jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.     jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)    Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4)    Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5)    Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.


      Pasal 22 . . .
 
 
Pasal 22
(1)    Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
 DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1)    Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2)    Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3)    Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
(1)    Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2)    Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3)    Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan.
      Pasal 25 . . .
 
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun­ menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
(1)    Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2)    Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
     Pasal 28 . . .
 
(4)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.



    (2) Setiap  . . .
 
 
(2)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3)    Kecuali  intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3)    Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
    Pasal 34  . . .
 
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1)    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
a.  perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.  sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2)    Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37
  BAB VIII  . . .
 
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)    Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian.
(2)    Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 39
(1)    Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)    Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1)    Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2)    Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)    Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
   (5) Instansi  . . .
 
(4)    Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5)    Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang dimilikinya.
(6)    Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
(1)    Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2)    Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3)    Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.

BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 43
(1)    Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.


(2) Penyidikan  . . .
 
 
(2)    Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)    Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4)    Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5)    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.  menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b.  memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c.  melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d.  melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e.  melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
f.   melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
    h. meminta . . .
 
g.  melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
h.  meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i.   mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6)    Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7)    Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8)    Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.    alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b.    alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
     (2) Setiap . . .
 
(1)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46
(1)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana  penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48
(1)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


         (2) Setiap . . .
 
 


(2)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
(1)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)    Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
(1)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok.


         (2) Dalam . . .
 
 
(2)    Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3)    Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4)    Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2)    Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.



                 Agar. . .
 
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                         ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

                               ttd

                   ANDI MATTALATA


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58

 


Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,




MUHAMMAD SAPTA MURTI




PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I.   UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
         Sistem . . .
 
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
         Dengan . . .
 
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.


II.  PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan “merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3
“Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
             “Asas . . .
 
“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.

Ayat 2
Cukup jelas.

Ayat 3
Cukup jelas.

Ayat 4
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 6
        Pasal 7 . . .
 
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:
a.    informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b.   informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.

Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.


     Pasal 12 . . .
 
 
Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15
Ayat (1)
“Andal” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
“Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Ayat (2)
“Bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.


Pasal 18 ...
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness).

Pasal 19
Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21 ...
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.
Ayat (3)
     Pasal 24 . . .
 
Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a.    Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b.    Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c.    Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:
     b. sengaja . . .
 
a.    melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b.    sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.

Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37 ...
Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk oleh masyarakat” merupakan lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d ...
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)                                                             
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51 ...
Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a.       mewakili korporasi;
b.       mengambil keputusan dalam korporasi;
c.       melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d.       melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843